(WAJIB BACA) PERATURAN MEMBER ARKEOLOGI INDONESIA | Sat May 26, 2012 9:09 am by ADMINISTRATOR | - DILARANG BERKATA-KATA KASAR
- DILARANG MENGGUNAKAN KATA-KATA BERBAU SARA
- DILARANG MENGUNGGAH KONTEN KONTEN BERBAU PORNOGRAFI (KECUALI UNTUK KEPENTINGAN ILMIAH)
- Gunakan tombol thanks untuk mengucapkan terima kasih. postingan yg isinya cuma ucapan terima kasih akan didelete
- Postingan yg isinya cuma "ijin sedot" "sedot dulu bos" "numpang …
[ Full reading ] | Comments: 5 |
|
| Situs Gunung Padang Berusia 109 Abad SM | |
| | Pengirim | Message |
---|
Rnd NEW USER
Jumlah posting : 2 Join date : 30.05.12
| Subyek: Situs Gunung Padang Berusia 109 Abad SM Fri Jun 01, 2012 10:51 pm | |
| wah sepi nih saya test ngepost yah.. sumber dari hot thread tetangga - Quote :
Teras 1 : Bagian Terbawah dan Paling Lebar, berbentuk segiempat dengan ketinggian sekitar 75m. Orientasi arah bangunan menghadap ke gunung geze (azimuth 335 derajat utara). Dibagian anak tangga ada mata air yang mengalir sepanjang tahun. Terdapat batu-batu musikal dengan interval nada 2683Hz-5171Hz. Teras 2 : Berukuran lebih kecil dari teras utama, terdapat sekelompok batu tegak yang disusun berjajar satu sama lain. Orientasi menhadap gugus bintang yang biasa digunakan sebagai petunjuk arah utara. Teras 3 : Orientasi menghadap ke samping, seperti mengarah ke Gunung Karuhun, makam leluhur. Teras 4 : Ada susunan batuan yang disusun tegak membentuk hampir menyerupai persegi panjang, juga tanah lapang, hipotesisnya, elemen situs dapat digunakan sebagai elemen kalender dan jam matahari. Teras 5 : Bagian tertinggi dan dianggap paling suci, dan terdapat 6 kursi sila.
- Quote :
Jakarta Tim Bencana Katastropik Purba yang dibentuk Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, akhirnya melakukan pengeboran situs megalitikum Gunung Padang yang terletak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Hasilnya, usia situs Gunung Padang itu sekitar 109 abad alias 10.900 tahun Sebelum Masehi (SM). Wow!
Hasil itu ditemukan setelah Tim Katastropik Purba melakukan pengeboran di sekitar situs. Rencana pengeboran tersebut sebelumnya dipaparkan di depan ratusan pecinta kepurbakalaan di Jakarta, 7 Februari 2012 lalu di depan ilmuwan dari 5 benua serta puluhan anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), demikian disampaikan Tim Katastropik Purba dari Stafsus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana dalam rilisnya.
Ada 2 titik pengeboran dalam situs itu. Bor 1 terletak di ujung selatan Teras 2, bor 2 di samping selatan Teras 5 (lihat gambar, red).
Hasilnya, pada lubang bor 1, dari permukaan sampai kedalaman kira-kira 3 meter terdapat perlapisan susunan kolom andesit 10-40 cm (yang dibaringkan) diselingi lapisan tanah. Sewaktu menembus 3 m Tim Katastropik Purba mendapat surprise karena tiba-tiba drilling loss circulation dan bor terjepit.
Yang dijumpai adalah lapisan pasir-kerakal Sungai (epiklastik) yang berbutir very well rounded setebal sekitar 1 meter. Rupanya bidang tegas yang terlihat pada Ground Penetrating Radar (GPR) itu di kedalaman 3-5 meter di semua Teras adalah batas dengan permukaan hamparan pasir ini. Menurut salah satu anggota Tim Katastropik Purba, Dr Pon Purajatnika yang ahli arsitek, boleh jadi hamparan pasir ini dimaksudkan sebagai peredam guncangan gempa.
Bagian di bawah kedalaman 4 meter yang ditembus bor ditemukan berupa selang seling antara lapisan kolom andesit yang ditata dan lapisan tanah-lanau. Lapisan kolom andesit yang ditata itu sebagian ditata horizontal dan sebagian lagi miring. Hal tersebut sesuai dengan survei GPR yang memperlihatkan bahwa perlapisan ada yang horizontal dan ada yang miring.
Baru pada kedalaman sekitar 19 meter bor menembus tubuh andesit yang kelihatannya massif tapi penuh dengan fractures sampai kedalaman sekitar 25 meter, sesuai dengan penampang geolistrik bahwa kelihatannya bor sudah menembus lapisan merah yang terpancung itu.
"Banyak ditemukan serpihan karbon, di antaranya ditemukan di kedalaman sekitar 18 meter yang lebih menguatkan bahwa lapisan batuan dan tanah yang ditembus bukan endapan gunung api alamiah tapi struktur bangunan," ujar anggota Tim Katastropik Purba Dr Boediarto Ontowirjo yang juga periset di Badan Penelitian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ini.
Hasil bor 2, yang dilakukan persis di sebelah selatan Teras 5 menembus tanah, yang seperti tanah urukan sampai kedalaman sekitar 7 meter. Kemudian ketemu batuan andesit keras. Di kedalaman 8 meter terjadi hal mengejutkan.
Total loss, 40% air di drum langsung tersedot habis. Hal ini berlangsung sampai kedalaman 10 meter. Kelihatannya bor menembus rongga yang diisi pasir (kering) yang luarbiasa keseragamannya seperti hasil ayakan manusia.
Di bawahnya ketemu lagi dua rongga yang juga terisi pasir 'ayakan' itu diselingi oleh 'tembok' andesit yang sepertinya lapuk. Pemboran berhenti di kedalaman 15 meter.
Kemudian Tim Katastropik Purba mengambil sampel tanah dari 2 titik pengeboran, masing-masing titik diambil 16 sampel. Sampel ini kemudian diuji menggunakan radioisotop carbon C14 untuk mengetahui usianya (carbon dating).
Tim Katastropik untuk menguji umur sisa arang,tumbuhan organik paleosoil dengan carbon dating dengan alat Liquid Scintillation Counting (LSC).
Hasilnya sebagai berikut: 1. Sampel pertama diambil dari Teras 2 (titik bor 1) dengan kedalaman -3.5 meter dari permukaan tanah, hasilnya: 5.500 tahun plus minus 130 Before Present (Sebelum Masehi/SM, red) (pMC= 51,40 +/-0,54)
2. Adapun HASIL TERBARU sampel kedua diambil dari Teras 5 (titik bor 2) dengan kedalaman -8,1 meter sampai -10,1 meter dari permukaan tanah, hasilnya: 11.060 tahun plus minus 140 tahun Before Present (Sebelum Masehi/SM, red) (pMC= 26,24 +/- 0,40)
"Kalau dikonversikan ke umur kalender setara dengan 10 ribu SM," tutur Boediarto.
Catatan:
pMC = percentage Measured Carbon Persentasi unsur carbon C yang tersisa dari proses peluruhan tanah purba paleo soil. Unsur carbon akan mulai meluruh begitu tumbuhan, hewan mati tertimbun tanah/batu. Untuk meluruh setengahnya, pMC = 50% diperlukan waktu 5.730 tahun.
- Quote :
sumber kaskus..co.id/showthread.php?t=13400968 news.detik..com/read/2012/03/05/105715/1857803/10/wpw-situs-gunung-padang-berusia-109-abad-sm sorot.vivanews..com/news/read/287336-infofrafik--misteri-peradaban-gunung-padang ahmadsamantho.wordpress..com/2012/02/09/teras-piramida-di-gunung-padang-berumur-6700-tahun/
- Quote :
baru tau taon 10rb BC indonesia ud punya peradaban.. soalnya setau saya cm 400M yg ditemukai prasasi kutai | |
| | | ADMINISTRATOR DEWA LANGIT
Jumlah posting : 6 Join date : 26.05.12 Age : 34
| Subyek: Re: Situs Gunung Padang Berusia 109 Abad SM Sat Jun 02, 2012 10:26 am | |
| no offense ya gan cuma sekedar pendapat - Quote :
- Bantahan tentang keberadaan piramida di dalam Gunung Padang dan Gunung Sadahurip Jawa Barat "mencapai titik klimaks" di Gedung Pusat Arkeologi Nasional Jakarta.
Pada Kamis (29/3/2012) sejumlah arkeolog, geolog, vulkanolog, astronom, bahkan speleolog (ahli gua) serta berbagai pakar disiplin ilmu lain bertemu Pusat Arkeologi Nasional untuk berdiskusi sekaligus mempertanyakan metode dan hasil penelitian Tim Peneliti Bencana Katastropik Purba yang dilansir pada akhir 2011. Tim Katastropik yang beranggotakan Danny Hilman dan Andang Bachtiar itu menduga, terdapat bangunan menyerupai piramida di dalam Gunung Padang dan Gunung Sadahurip. Dugaan tersebut berdasarkan hasil penelitian mereka dengan mengebor dan melakukan pemetaan geolistrik ke dalam gunung. Pada awal Maret 2012, Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam, Andi Arif, yang membawahi Tim Katastropik kemudian menggalang dukungan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk melanjutkan penelitian dengan tujuan menelusuri peristiwa alam yang mampu melenyapkan peradaban manusia. Arkeolog Universitas Gadjah Mada, Daud Aris Tanudirjo, mengatakan, terlalu awal untuk menyatakan keberadaan piramida di dalam Gunung Padang. "Tapi, kalau bangunan kuno yaitu punden berundak di atas gunung itu memang benar," kata Daud. Daud meragukan pemakaian bor dalam proses penelitian Tim Katastropik karena hasil penelitian arkeologis dengan metode penggalian pun terkadang masih meleset. "Sampel karbon dari tanah yang diambil dengan dibor, kemudian dibawa ke laboratorium untuk diteliti. Tapi, apakah karbon itu terkait betul dengan bangunannya atau tidak? Itu belum diketahui," kata Daud. Bantahan Daud diperkuat oleh pakar geologi gunung api Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Sutikno Bronto, yang menjelaskan bahwa Gunung Padang merupakan salah satu leher lava gunung api purba dengan struktur kekar kolom. "Struktur kekar kolom itu sudah roboh dan berserakan, kemudian ditata oleh manusia masa lalu sebagai punden berundak untuk lokasi pemujaan," kata Sutikno. Sutikno menambahkan, bentuk batuan beku berstruktur kolom dan pelat dari terobosan semi-gunung api pada Gunung Padang dapat menyerupai piramida terpendam. "Sebaiknya informasi tentang adanya bangunan piramida cukup sebagai cerita fiksi penambah daya tarik wisata alam," kata Sutikno. Terkait bangunan punden berundak yang disebutkan Daud dan Sutikno, Peneliti Senior Pusat Arkeologi Nasional, Truman Simanjutak, mengatakan, situs itu sudah lama dikenal sebagai bangunan megalitik yang diperkirakan ada sekitar 500 tahun Sebelum Masehi atau Masa Perundagian. "Balok-balok batu prismatik itu memang disusun manusia. Jadi, (balok batu) itu diambil dari bawah dan dibawa ke atas untuk dibangun tempat-tempat persembahan," kata Truman. Truman mengatakan, proses pembentukan batu kekar kolom di Gunung Padang memang alamiah, sedangkan bukti campur tangan manusia pada Situs Gunung Putri dapat diketahui dari adanya pengunci pada batu agar struktur bangunan tetap kokoh. "Ya mungkin sudah ada kota di sekitar (situs) itu karena ada ribuan balok batu. Untuk membawa balok ke atas (gunung) dan membangunnya, tentunya dibutuhkan banyak orang. Artinya, sudah ada masyarakat dengan populasi padat di sekitar itu," kata Truman. Sementara Danny Hilman, yang juga hadir dalam diskusi di Pusat Arkeologi Nasional itu, enggan memberi tanggapan tentang batahan terhadap temuan penelitian Tim Katastropik. "Iya itu... kan moderator bilang seperti itu," jawab Denny ketika ditanya apakah akan ada penelitian lanjutan di Gunung Padang. Meskipun penelitian Tim Katastropik mendapat banyak bantahan, anggota Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, Yunus Satrio Atmojo, mengatakan, pernyataan piramida di Gunung Padang oleh Andi Arif di sejumlah media massa nasional merupakan pernyataan hipotesis yang memerlukan penelitian lanjutan. "Kami juga ingin sampaikan kepada publik agar tidak terburu-buru mengaitkan Indonesia dengan Mesir. Semua yang diinformasikan kepada publik harus bisa diverifikasi," kata Yunus. Penelitian arkeologi, menurut Yunus, memang memerlukan dukungan disiplin ilmu lain seperti geologi. "Para geolog membicarakan temuan ribuan tahun lalu, sedangkan arkeolog bicaranya ratusan tahun. Arkeolog melihat benda-benda temuan yang (pernah) dipakai ( manusia), kalau tidak ada sisanya baru disepakati kemungkinan struktur geologi," kata Yunus. Di sisi lain, perdebatan para ilmuwan tentang keberadaan piramida di bawah Situs Gunung Padang yang muncul di media massa justru berkontribusi positif terhadap pariwisata Cianjur. "Sebelum muncul pemberitaan tentang Situs Gunung Padang, jumlah pengunjung yang tercatat sekitar dua hingga tiga ribu orang dalam sebulan," kata Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Cianjur, Imam Haris. Imam mengatakan, peningkatan pengunjung terjadi pada Februari hingga Maret 2012 dengan rata-rata kunjungan hingga 3.000 orang setiap minggunya. - Quote :
Piramida, Atlantis, dan Jati Diri Bangsa
Oleh : Daud Aris Tanudirjo
Perdebatan tentang ”piramida Sadahurip” memasuki babak baru. Tak kurang dari 200 ilmuwan dan tokoh masyarakat berkumpul di Sekretariat Negara untuk menghadiri gelar penjelasan tentang ”bangunan bersejarah di Gunung Sadahurip, Garut, dan Gunung Padang, Cianjur”, Selasa, 7 Februari lalu.
Acara yang diselenggarakan oleh Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana ini adalah fenomena menarik. Kontroversi ada tidaknya piramida buatan manusia di bawah Sadahurip yang semula hanya berada di ranah publik dan ”akademis” rupanya kini telah dibawa masuk ke ranah politik, terutama politik identitas. Hal ini dapat terjadi ketika konstruksi pengetahuan akademis diharapkan dapat dipakai sebagai legitimasi jati diri dari suatu komunitas atau rezim.
Secara akademis, wacana ”piramida Sadahurip” sebenarnya bukan masalah besar. Kontroversi dapat segera mendapat penjelasan jika pemerintah mau memfasilitasi kerja multidisiplin. Dengan melibatkan pakar kompeten dan dukungan teknologi memadai, hanya dalam beberapa bulan kepastian tentang keberadaan piramida itu dapat diperoleh. Masalahnya justru menjadi panjang ketika politik identitas mulai ikut mewarnai wacana ini.
Politik identitas
Temuan ”piramida” yang dikatakan mirip Piramida Giza di Mesir tetapi lebih tua itu (6.000 tahun lalu) diharapkan dapat membuktikan tingginya peradaban ”Indonesia” jauh sebelum ada peradaban lain di muka bumi ini. Dengan begitu, temuan ”piramida” ini akan mengangkat citra jati diri bangsa ini.
Harapan ini menjadi cocok ketika orang ingat hipotesis Stephen Oppenheimer. Dalam bukunya Eden in the East (1998) yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, dokter ahli genetika ini menyatakan bahwa Paparan Sunda merupakan tempat asal peradaban dunia. Oppenheimer membayangkan, pada akhir Zaman Es telah terjadi setidaknya tiga kali banjir besar yang menenggelamkan Paparan Sunda sehingga terbentuk kepulauan Nusantara yang sekarang.
Gagasan yang sama pernah digaungkan oleh Arysio Nunes dos Santos dalam bukunya Atlantis-The Lost Continent Finally Found (2005). Sebagai akibatnya, penduduk Paparan Sunda yang ketika itu sudah memiliki peradaban tinggi terpaksa bermigrasi ke berbagai penjuru dunia: Asia Barat, Asia Selatan, Asia Timur, dan juga Pasifik. Di daerah baru itu, mereka lalu mengembangkan peradaban baru yang memicu munculnya peradaban besar, antara lain di Mesir, Mesopotamia, India, China, dan Jepang.
Di Kepulauan Pasifik, para migran itu menjadi penghuni awal dan perintis peradaban. Hipotesis ”Atlantis” ini memang dibalut dengan penyajian yang menawan dan sederet bukti yang tampaknya kuat, termasuk genetika, mitos, dan geologi.
Dalam konteks politik identitas, hipotesis ”Atlantis” yang menobatkan Indonesia sebagai pusat peradaban dunia itu tentu dianggap amat strategis. Bahkan, ada yang menafsirkan Sundaland sebagai ”tanah Sunda”. Maka, kalau benar ada piramida di Jawa Barat, ditambah lagi dengan teras batu berundak di Gunung Padang, Cianjur, cocoklah kedua hal itu sebagai bukti kebenaran hipotesis Atlantis itu. Karena itu, perlu diupayakan agar ”piramida” itu benar-benar ada!
Rupanya, pesan ini yang ingin diyakinkan kepada masyarakat. Dengan cara pikir ini, kiranya tidak sulit melihat benang merah antara gelar ”piramida Sadahurip” di Sekretariat Negara dan audiensi Oppenheimer, yang diantar sejumlah ilmuwan dan petinggi negara, dengan Presiden RI.
Bias pengetahuan
Lalu, mengapa hal ini terjadi? Ada tiga hal yang dapat menjelaskan fenomena ini. Pertama adalah ada bias dalam konstruksi pengetahuan masyarakat. Ini terkait dengan industri buku yang tidak terkendali. Demi profit besar, yang diterjemahkan dan beredar di masyarakat hanya buku impor yang laris. Genre buku ”sejarah” populer seperti Da Vinci Code karya Dan Brown, 1421 dan 1434 (tentang Zheng-He) karya Gavin Menzies, dan Atlantis karya Arysio Santos itulah yang mengonstruksi pikiran masyarakat umum.
Padahal, sering kali buku seperti ini ”mengecoh” pikir. Pembaca akan mudah mendapat kesan buku itu ilmiah karena datanya meyakinkan, tetapi sebenarnya tidak. Dalam arkeologi, karya seperti ini disebut pseudo-archaeology. Di sisi lain, masyarakat tidak mudah mengakses tinjauan kritis atas karya-karya itu. Jarang ada resensi yang cukup berbobot tentang buku-buku itu kecuali di jurnal-jurnal yang sulit diakses publik. Akibatnya, ada bias pengetahuan dalam masyarakat. Seakan pendapat para penulis itu sudah benar.
Oppenheimer memang ilmuwan andal dalam bidang genetika, tetapi bukunya Eden in the East tidak cukup dipandang dalam kajian sejarah budaya dunia. Rekonstruksi arkeologis, linguistik, dan geologinya kurang meyakinkan. Buku ini telah mengundang kritik sejak diterbitkan (a.l. Bellwood, 2000). Resensi buku ini pernah dimuat di Jurnal Humaniora Universitas Gadjah Mada pada 2003. Tafsiran data genetika hipotesis Atlantis pun pernah diperdebatkan di Indo-Pacific Prehistory Association di Taiwan pada 2002. Sayangnya, tinjauan-tinjauan kritis ini jarang sampai di masyarakat sehingga pengetahuan yang ada di masyarakat menjadi bias.
Penjelasan kedua berkaitan dengan kondisi budaya di Indonesia. Memang kini kita telah menjadi masyarakat modern. Hanya saja, modernitas itu baru menyentuh tataran sosial dan teknologi. Itu terbukti dari penggunaan teknologi maju, gaya hidup, konsumsi tinggi, dan pergaulan dunia. Namun, kita belum mencapai modernitas ideologis (cara pikir rasional) sehingga kita tidak mampu berpikir kritis.
Sebaliknya, kita masih mudah dikuasai oleh pikiran mitis, rumor, dan isu tak jelas. Tendensi konsumerisme yang tinggi adalah bukti pikiran mitis yang mudah ”terhasut” oleh iklan yang menciptakan mitos-mitos modernitas. Karena itu, tidak heran jika jati diri bangsa yang kini hendak dibangun masih berdasarkan pengetahuan mitis atau di-mistifikasi-kan.
Kehilangan jati diri
Penjelasan lain soal kontroversi ”piramida Sadahurip” adalah gejala millenarisme, atau cargo-cult, yang menginginkan kembalinya kebahagiaan dan kejayaan masa lalu. Gejala ini umumnya muncul di tengah masyarakat yang sedang goyah menghadapi perubahan zaman dan ketidakpastian hidup. Masyarakat akan lari pada bayang-bayang kehidupan di masa silam yang penuh dengan kejayaan. Kalau itu tidak dapat dialami lagi secara fisik, hal itu dilakukan hanya dalam pikiran (mitis). Ini adalah cermin masyarakat yang frustrasi dan kehilangan jati diri di tengah tataran pikir yang masih mitis. Itulah yang kini sedang terjadi di Indonesia.
Kalau kita mau becermin dari kasus ini, sesungguhnya kita harus malu dengan diri kita. Niatnya, menemukan jati diri bangsa yang luar biasa hebat. Namun, kenyataan menunjukkan, bangsa ini telah kehilangan jati diri dan sedang mencari jati diri. Sayangnya, cara-cara yang digunakan masih beralaskan pikiran mitis. | |
| | | yogitantrayana MODERATOR
Jumlah posting : 10 Join date : 26.05.12 Age : 32 Lokasi : Mojopahit
| Subyek: Re: Situs Gunung Padang Berusia 109 Abad SM Sat Jun 02, 2012 10:24 pm | |
| pak daud joooooooooooossss!! | |
| | | Sponsored content
| Subyek: Re: Situs Gunung Padang Berusia 109 Abad SM | |
| |
| | | | Situs Gunung Padang Berusia 109 Abad SM | |
|
| Permissions in this forum: | Anda tidak dapat menjawab topik
| |
| |
| November 2024 | Mon | Tue | Wed | Thu | Fri | Sat | Sun |
---|
| | | | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | | Calendar |
|
|